Suatu
hari, kau datang kepadaku dengan wajah berseri. Lalu kau bertanya kepadaku,
“Apakah aku cantik?”
Dan
aku menjawab dengan tegas, “Tidak.”
Senyum diwajahmu mendadak luruh...
Lalu
kau bertanya akan hal lain,
“Hmm baiklah, mungkin aku gemuk?”
Aku
menyahut cepat, “Iya, tentu saja!”
Matamu mulai berkaca... Betapa
jahatnya diriku...
Dan
pertanyaan terakhir, kau ucapkan dengan suara bergetar,
“Apabila aku pergi, akankah kau
menjadi sedih dan menangis karenaku?”
“Tentu tidak.” Jawabku singkat. Mencabik perasaanmu.
Seketika, tangismu pecah. Meskipun
hening tak bersuara, hal itu terjadi dengan sangat memilukan... Betapa jahatnya
diriku...
Dengan
perlahan, kau berbalik dan mulai melangkah pergi...
Seketika,
aku menahanmu...
Kemudian
aku menanyaimu,
“Sayangku, apakah kau tahu yang sebenarnya, maksud dari
semua jawabanku itu?”
Kau menggeleng lemah... Terlalu
berat dan kebas rasanya lisan untuk berujar...
“Aku mengatakan tidak ketika kau bertanya apakah dirimu
cantik atau tidak, adalah supaya kau tetap rendah hati dan tidak memamerkan
kecantikanmu selain kepadaku.”
“Dan aku mengatakan iya, tentang dirimu yang gemuk,
karena kau memiliki hati yang benar-benar ‘gemuk’... Kau baik, penyayang,
selalu sabar pada setiap keadaan, tentu semua itu karena betapa ‘gemuk’nya
hatimu...”
“Dan tidak pada pertanyaan terakhir, ketika kau
bertanya apakah aku akan sedih dan menangis karena kepergianmu, karena aku
memang tidak akan melakukan semua itu...
...apabila kau pergi, aku lebih memilih untuk mati...”