Showing posts with label Orang Tua. Show all posts
Showing posts with label Orang Tua. Show all posts

Tuesday, December 9, 2014

Elegi Orang Tua - Senja Renungan

Apakah kau pernah bersyukur,
disamping mengeluh,
tentang betapa kakunya orang tuamu?
Pernahkah kau menyeka,
keringat letih Ayahmu setelah bekerja?

Yang rela mati untukmu.
Yang menangis di belakang wajahmu,
agak tak malu dirimu karenanya.
Yang tetap tersenyum,
mengabaikan betapa mengesalkannya dirimu,
saat meminta ini-itu?

Berapa kali kau menangis memohonkan ampun untuknya?
Pantaskah kau meninggikan nada bicaramu padanya?
Dengan alasan bahwa ia galak memarahimu,
kau bantah segala ucapannya.

Padahal,
ia selalu menangis menyalahkan diri sendiri,
setelah memarahimu.
"Mengapa aku marahi anakku?"
Itulah pertanyaan dalam pikirannya.
Pernahkah kau sadar,
berapa kali kau menyakiti hati orang tuamu?

Sebelum terlambat,
datanglah padanya.
Mintalah maaf dan ridhanya.
Sebab aku kesal,
karena kalian tak tahu diri,
Menyia-nyiakan waktu bakti kalian pada Orang Tua.

Teruntuk Almarhum Ayah,
Terima kasih sudah mau mengenalkanku pada dunia yang rusak ini.
Ibu,
Terima kasih, atas kesediaanmu membesarkanku menjadi seperti ini,
dan bertahan sekian lama bersama Ayah.

9 Desember.
at Ruang Kosong.



Elegi Orang Tua - Siang Bergejolak

Apa kabar Ayah, wahai Tuhanku?

Dahulu,
engkau kirimkan ia,
pada Ibuku yang gadis.

Aku.
Akulah yang  teranggap sebagai anak mereka.
Tapi,
bila dosa terus mengalir pada Ayahku,
dan duka nestapa menghentak Ibuku,
alangkah baiknya, engkau tak pernah mengijinkanku,
untuk lahir, wahai Tuhanku.

Hinaku,
tanpa saudara bagiku.
Menghitamkan mataku yang telah sayu.
Angkara,
Ingin ku tebas kepalanya dengan kayu.

Lantas,
aku akan menjadi Ayah bagi anakku kelak.
Tapi bagaimana nanti?
Seorang pastilah meniru,
apa yang Ayahnya perbuat.
Sedangkan aku?
Dimana Ayahku?

Mungkin semua ini,
hanyalah karena aku iri padamu.
Kau bahagia, aku berduka.
Kau tertawa, aku sengsara.
Namun, tahukah kalian?
Mengapa aku berkata begini?

Bagian ketiga
Elegi Orang Tua - Senja Renungan


Elegi Orang Tua - Pagi Beranjak

Aku dipukul.
Sakit.
Lantas aku menangis.
Tapi, aku tidak menangis,
karena sakitnya pukulan.

Tak ada Ayah.

Itu lebih menyakitkan dari pukulan.
Tak ada yang berdiri membelaku.
Tak ada yang membantuku,
memperbaiki apa salahku.
Tak ada yang meyakinkanku,
atas apa yang ada dalam pikiranku.
Dimana Ayah?

Hanya Ibu seorang.
Matahariku,
yang mulai redup terkikis angin.
Manusia paling perkasa.
Pelindungku.
Bermental baja berbalut beludru.

Duhai tuan,
bilakah kau tahu apa,
yang dirasa Ibu,
ku yakin,
kau pun pasti akan menangis tersedu.

Ya Allah, Tuhanku.
Bila saja Engkau bermaksud,
menukar Ibu menjadi riang gembira,
tolong lakukanlah.
Cantik wajahnya,
mulai tergurat hempasan ombak nestapa.

Terlalu terbebani hidupnya, wahai Tuhanku.
Olehku,
yang lahir berujung sedihnya.

Bagian kedua:
Elegi Orang Tua - Siang Bergejolak