Aku merindumu.
Jauh terbenam di dalam hati.
Padahal, aku tak pernah mengenalmu.
Apalagi berbincang denganmu.
Aku merindukanmu.
Pesonamu,
bahkan senyumanmu.
Matamu sebening pasifik musim panas,
Pandanganmu seteduh pohon merindang,
Suaramu sehalus angin berbisik,
Perangaimu setenang lautan garam,
dan juga,
Sifatmu sepuji permaisuri istana.
Aku mencintaimu.
Benar,
sebenar kabar para Raja.
Aku selalu teringat Allah ketika melihatmu.
Karenanya, kuubah sebutir kekagumanku menjadi cinta padamu.
Sebenar-benar cinta, cinta berdasar agama,
wahai putri penghuni hati hamba.
Izinkan aku mengagumimu,
dan mencintaimu...
...dalam diam
sudikah engkau?
Jauh terbenam di dalam hati.
Padahal, aku tak pernah mengenalmu.
Apalagi berbincang denganmu.
Aku merindukanmu.
Pesonamu,
bahkan senyumanmu.
Matamu sebening pasifik musim panas,
Pandanganmu seteduh pohon merindang,
Suaramu sehalus angin berbisik,
Perangaimu setenang lautan garam,
dan juga,
Sifatmu sepuji permaisuri istana.
Aku mencintaimu.
Benar,
sebenar kabar para Raja.
Aku selalu teringat Allah ketika melihatmu.
Karenanya, kuubah sebutir kekagumanku menjadi cinta padamu.
Sebenar-benar cinta, cinta berdasar agama,
wahai putri penghuni hati hamba.
Izinkan aku mengagumimu,
dan mencintaimu...
...dalam diam
sudikah engkau?